Nasional, Jakarta - Peneliti Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Setara Institute, Halili, mencatat ada 208 peristiwa dan 270 tindakan pelanggaran kebebasan berkeyakinan pada 2016. Bisa jadi dalam sebuah peristiwa intoleransi terjadi beberapa tindakan.

Penelitian Setara Institute itu menyebutkan pelaku pelanggaran keagamaan pada 2016 adalah pihak dari lembaga negara maupun bukan lembaga negara. Setara membagi kelompok itu menjadi aktor negara dan aktor non negara.

Baca: Riset: Jakarta Masuk 5 Besar Provinsi Intoleransi ...

Halili mengatakan ada 18 aktor negara yang melakukan pelanggaran kebebasan beragama. "Aktor negara yang paling banyak melanggar kebebasan berkeyakinan yaitu kepolisian," kata Halili dalam konferensi pers di kantor Setara Institute, Jakarta Selatan, Ahad, 29 Januari 2017.

Menurut dia, kepolisian melakukan 37 pelanggaran, disusul pemerintah kabupaten atau kota dengan 35 pelanggaran, institusi pendidikan 9, Kementerian Agama 9, dan Kejaksaan 8 pelanggaran.

Baca juga:
Intoleransi Menguat, Alissa Wahid Beri Saran untuk ...

Bentuk pelanggaran terbanyak yang dilakukan oleh kepolisian adalah pembiaran. Ada pula kriminalisasi keyakinan, penyesatan, pemaksaan keyakinan, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, serta condoning. Ada pula diskriminasi, penersangkaan penodaan agama, dan pembatasan kebebasan berekspresi.

Halili melanjutkan aktor intoleransi non negara paling banyak dilakukan kelompok warga, yakni sebanyak 42 kasus. Lalu 30 tindakan oleh aliansi ormas Islam, 17 oleh Majelis Ulama Indonesia, 16 oleh Front Pembela Islam, dan 4 oleh perusahaan.

Tindakan-tindakan yang paling banyak dilakukan oleh aktor non negara yaitu intoleransi, penyesatan, intimidasi, ujaran kebencian, pembubaran kegiatan keagamaan, pembakaran properti, ancaman, dan pelarangan pendirian tempat ibadah.

Peneliti Setara Institute, Sudarto, mengatakan MUI memicu lahirnya intoleransi melalui beberapa fatwa yang dikeluarkannya. "MUI membuat pernyataan 'ini sesat, ini sesat' lalu meminta negara menindaklanjuti fatwa itu," kata Sudarto.

Sedangkan FPI, kata dia, menjadi aktor di lapangan atau eksekutor terhadap fatwa MUI. Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI, kata dia, digerakkan oleh FPI.

REZKI ALVIONITASARI