Bisnis, Jakarta - Direktur Eksekutif ReforMiner, Komaidi Notonegoro, mengatakan pengembalian investasi menjadi resiko terberat skema bagi hasil kotor (gross split). Akibatnya, skema tersebut menjadi kurang menarik bagi kontraktor.

Komaidi mengatakan pengembalian investasi dengan kontrak berskema gross split jauh lebih lama dibandingkan dengan skema cost recovery. Dengan cost recovery, pengembalian bisa dilakukan dalam lima tahun.  “Kalau gross split bisa 10 sampai 15 tahun lebih panjang," kata dia di Dewan Pers, Jakarta, Ahad, 29 Januari 2017.

Baca : Skema Gross Split Diklaim Mampu Tingkatkan Produksi Migas

Aspek tersebut, menurut Komaidi, tidak menarik bagi kontraktor. Mereka harus menghitung resiko investasi atas biaya modal pembiayaan. "Apalagi kalau pembiayaannya dari sindikasi, tentu biaya bunga harus dikalkulasi karena lebih panjang," katanya.

Perhitungan tersebut, menurut Komaidi, tidak sederhana. Meski ada aspek yang kurang menarik, dia mengatakan skema gross split tetap menguntungkan. "Kalau kontraktornya efisien akan untung juga," kata dia.

Baca : Pertamina EP Subang Produksi 230,5 Juta Kaki Kubik Gas/Hari  

Dia mengatakan efisiensi kontraktor bisa dilakukan dari dalam dan luar perusahaan. Faktor yang mempengaruhi efisiensi eksternal salah satunya adalah izin dari pemerintah. "Kalau izin tidak kunjung keluar, kan jadi beban biaya juga. Ini saya kira belum tentu menarik bagi teman-teman kontraktor," katanya.

VINDRY FLORENTIN