Bisnis, Jakarta - Pemerintah telah menerbitkan beleid baru terkait dengan dokumentasi transfer pricing PMK No. 214/PMK.03/2016 beberapa waktu lalu. Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan diperlukan adanya kejelasan antara regulasi dan tata cara (guidelines).

“Ada tumpang tindih, karena selama ini PER-32/2011 sebagai guidelines belum dicabut, tapi misalnya threshold diubah oleh PMK, dan dalam PMK tidak secara tegas mengatakan mencabut PER atau ketentuan yang bertentangan, “ ujar Yustinus, saat dihubungi Tempo, Minggu, 12 Februari 2017.

Baca Juga:Ini Manfaat Aturan Baru Transfer Pricing bagi Pengusaha

Selanjutnya menurut Yustinus hal lain yang harus dikritisi dari peraturan itu adalah tentang cakupan atau coverage transaksi domestik. Hal itu disebutkan dalam pasal-pasal yang tidak menegaskan untuk cross border. Sehingga, naiknya cost of compliance perlu diantisipasi, begitu juga dengan ketersediaan data pembanding jika mencakup seluruh transaksi domestik yang melewati threshold. “Ini akan berpengaruh pada level of compliance dan burden of administration.”

Adapun asumsi transfer pricing adalah ketersediaan data keuangan pembanding. Yustinus berujar berdasarkan The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), pemerintah harus menyediakan data tersebut. “Kalau tidak ada bagaimana nanti penalti mau dikenakan, apakah fair? Jangan sampai skema penalti tidak applicable di lapangan dan memperbesar potensi dispute yang costly,” katanya.

Selanjutnya, jangka waktu empat bulan setelah berakhirnya tahun buku dinilai Yustinus agak berat, sebab hasil laporan keuangan yang telah diaudit belum selesai. Sehingga, belum tersedianya data pembanding ini akan menyulitkan wajib pajak (WP).

Simak: Bursa Efek Indonesia Liburkan Perdagangan Saham Saat Pilkada 

Yustinus menambahkan transaksi afiliasi ke negara lain dengan lower tax rate juga harus diperjelas. Karena tidak semua negara lower tax rate havens, misalnya Jerman. “Sebaiknya ada penjelasan tambahan.”

GHOIDA RAHMAH