Bisnis, Jakarta -  Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral, Sammy Hamzah mengatakan, industri migas sudah terganggu sejak lama. Karena itu, pelaku industri migas berharap pemerintah mengeluarkan terobosan-terobosan baru, terutama dalam regulasi dan perizinan.

"Ditambah harga minyak turun dua tahun terakhir. Banyak perusahaan-perusahaan besar mulai me-review kembali keadaan mereka di Indonesia. Hal itu dipengaruhi oleh beberapa kebijakan pemerintah yang belum menjawab apa yang diharapkan industri," kata Sammy di Dewan Pers, Jakarta, Minggu 12 Februari 2017.

Baca Juga: Pertamina: Skema Gross Split Hilangkan Fungsi SKK Migas

Salah satu kebijakan yang belum sesuai dengan keinginan industri, menurut Sammy, adalah gross split. Sebenarnya, kebijakan itu ditujukan untuk memfasilitasi investor agar lebih fleksibel dan efisien dalam menjalankan usaha. "Tapi yang diberikan pemerintah setengah hati. Secara keekonomian, kebijakan itu belum memenuhi harapan."

 Dalam skema kontrak gross split, tidak lagi menyertakan komponen cost recovery. Alhasil, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) akan menanggung seluruh biaya operasi hulu migas. Sebaliknya, pemerintah hanya mendapatkan pembagian produksi.  

Pengusaha migas, Jamsir Sabara, mengatakan perusahaan-perusahaan migas mulai melakukan efisiensi dengan menurunnya harga minyak dunia belakangan ini. "Setelah melihat portfolio investasi di seluruh dunia yang paling efisien, perusahaan bisa menarik diri dari suatu negara dan mengalihkannya ke negara lain," katanya.

Baca: Dana Desa Bisa Dorong Ekonomi Desa Tumbuh di Atas 20 Persen

Menurut Jamsir, regulasi pemerintah menjadi salah satu pertimbangan bagi pelaku usaha untuk berinvestasi. "Yang dibenci investor adalah surprise. Investor berharap ada kekonsistenan. Skema gross split kemungkinan akan ada perubahan. Pemerintah masih akan melihat lagi. Jadi ini sesuatu yang belum yakin," tuturnya.

ANGELINA ANJAR SAWITRI